Senin, 05 Desember 2011

ASKEP AMPUTASI


PENDAHULUAN
Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit vascular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular parifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah.
Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kwalitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi pasien mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.







PEMBAHASAN
A.   Pengertian
Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh atau anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker (PSIK FKUI,1996).
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah /traumatik pada tungkai (Doenges,2000). Dalam kamus kedokteran Dorland, amputasi adalah memotong atau memangkas, pembuangan suatu anggota badan.
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi dalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh  atau anggota garak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui proses pembedahan.

B.   Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah :
1)      Iskemia. Karena penyakit vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes militus), gangrene, tumor ganas, infeksi dan arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer merupakan penyebab tertinggi amputasi ekstremitas bawah (Smeltzer,2002).
2)      Trauma. Dapat diakibatkan karena perang, kecelakaan thermal injury seperti luka bakar, cedera remuk dan sebagainya.

C.    Patofisiologi
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan metode :
1)      Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2)      Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.

D.   Tingkatan amputasi
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Dimana mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Untuk itu pembedahan atau amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Dimana tindakan ini merupakan pilihan terakhir manakala organ mengalami iskemia atau kematian jaringan pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain atau manakala organ dapat membahayakan tubuh klien secara utuh/merusak organ yang lain.

Tempat amputasi ditentukan berdasarkan 2 faktor yaitu :
1.      Peredaran darah pada bagian yang akan diamputasi
2.      Kegunaan fungsional
Untuk batas amputasi pada cedera ditantukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal.

Pada tubuh tingkatan amputasi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1.      Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan/kiri. Untuk itu kehilangan ekstermitas atas akan menimbulkan masalah yang spesifik hal ini berkaitan dengan aktifitas sehari-hari, seperti makan,minum, mandi dan sebagainya yang melibatkan tangan.



2.      Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang dapat mempengaruhi keseimbangan menekan pada waktu berjalan. Karena itu makin besar tingkat amputasi makin besar energi yang dibutuhkan untuk ambulasi.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak yaitu :
1)      Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)
Ada dua metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan ischemic limb.
2)      Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer.
3.      Nekrosis.
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi
4.      Kontraktur.
 Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan
5.      Neuroma.
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
6.      Phantom sensation.
 Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.
E.    Penatalaksanaan amputasi
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan  menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.
Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.
Amputasi.
Amputasi  bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.


Protesis.
 Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka mengenai kehilangan permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :
Ø  Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga menurunkan kecepatan metabolismebasal.

Ø  System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
Ø  System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali darah.

F.    Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.

G.   Pemeriksaan diagnostik
1)   Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2)   CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan hematoma.
3)   Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi.
4)   Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran darah
5)   Tekanan O2 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar dan paling kecil dalam ketrelibatan ekstremitas.
6)   Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi dari jaringan kutaneus ketengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar untuk sembuh.
7)   Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
8)   LED, peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.
9)   Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
10)  Biopsi, menginformasi diagnosis massa/benigna.
11)  Hitung darah lengkap/diferensial, peninggian dan pergeseran ke kiri diduga proses infeksi.

H.   Diagnosis keperawatan
Setidaknya ada 10 diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan amputasi yaitu :
1)      Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
2)      Perubahan sensori/presepsi nyeri tungkai panthom berhubungan dengan amputasi.
3)      Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
4)      Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer.
5)      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
6)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan amputasi bedah.
7)      Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
8)      Resiko tinggi infeksi.
9)      Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
10)  Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, kurang terpajan informasi dan kesulitan mengingat.
                                           

Asuhan keperawatan klien dengan amputasi

A.   Pengkajian
Sebelum pembedahan, status neurovaskuler dan fungsional ekstremitas harus dievaluasi melalui riwayat dan pengkajian fisik ( warna, suhu, denyut nadi, penyebaran rambut, keadaan kulit, respon terhadap perubahan posisi, sensasi nyeri, dan fungsi). Sebuah Doppler (alat ultrasonic yang dapat dibawa-bawa) dapat digunakan untuk mengevaluasi aliran darah arteri. Keterbatasan rentang gerak dan adanya kontraktur fleksi pinggul dan lutut harus segera diketahui karena dapat mempengaruhi fungsi dan kesesuaian protesis. Bila pasien mengalami amputasi traumatik, maka fungsi dan kondisi sisa tungkai harus dikaji. Status peredaran darah dan fungsi ekstremitas yang sehat juga harus dikaji.
Bila infeksi atau gangren telah terjadi, pasien mungkin mengalami pembesaran kelenjar limfa, demam dan pusing. Selain itu status nurisi pasien dievaluasi dan bila perlu dibuat rencana perawatan nutrisi. Seringkali lansia menunjukkan nutrisi buruk, obesitas, atau sedang menjalani diet khusus karena menderita masalah kesehatan lain. Untuk penyembuhan, diet yang seimbang dengan vitamin dan protein yang memadai sangat penting.
Setiap masalah kesehatan yang ada ( misalnya dehidrasi, anemia, insufisiensi jantung, masalah respirasi kronik, dan DM) harus segera teridentifikasi dan ditangani sehingga pasien berada dalam keadaan sebaik mungkin untuk menghadapi trauma pembedahan. Pengguanaan kortikosteroid, antikoagulan, vasokonstriktor atau vasodilator dapat mempengaruhi penatalaksanaan dan penyembuhan luka.
Status psikologis pasien dikaji. Penentuan reaksi emosiaonal pasien terhadap amputasi sangat penting untuk asuhan keperawatan. Respon berduka terhadap perubahan permanen citra tubuh adalah normal. Meskipun bila amputasi ditujukan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi, penyesuaian psikologis mayor masih diperlukan.



B.   Intervensi
Dx. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
Tindakan
Rasional
Mandiri
1.      Catat lokasi, frekwensi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Amati perubahan karakteristik nyeri, misalnya kebas dan kesemutan.


2.      Tinggikan bagian yang sakit dengan meninggikan tempat tidur atau bantal guling sebagai penyangga.


3.      Tingkatkan kenyamanan klien (rubah posisi sesering mungkin, dan beri pijatan punggung). Dotong penggunaan teknik manajemen stres (napas dalam, visualisasi).

4.      Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai (puntung) sesuai toleransi bila balutan telah dilepas.
5.      Amati keluhan nyeri yang tidak hilang dengan analgesik.


1.      Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi. Perubahan dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi, misalnya nekrosis/infeksi.
2.      Mengurangi terbentuknya edema dengan peningkatan aliran balik vena, mengurangi kelelahan otot dan tekanan pada kulit/jaringan.

3.      Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping dan dapat menurunkan terjadinya nyeri.

4.      Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi ketegangan otot.

5.      Dapat mengindikasikan sindrom kompartemen, khususnya cedera traumatik.
Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi, misalnya analgesik, relaksan otot.
2.      Berikan pemanasan lokal sesuai indiksai.

1.      Mengurangi nyeri/spasme otot.

2.      Mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi otot, sirkulasi dan membantu perbaikan edema.

Dx. Perubahan sensori/presepsi : nyeri tungkai phantom berhubungan dengan amputasi.
Tindakan
Rasional
Mandiri
1.      Kaji adanya nyeri phantom.



2.      Jelaskan perasaan tentang nyeri.

3.      Terima kenyataan sensasi nyeri phantom tungkai yang biasanya hilang dengan sendirinya dan banyak alat yang dicoba untuk menghilangkan nyeri.





4.      Pertahankan TENS (stimulasi saraf elektrik transkutan).
5.      Anjurkan untuk tetap aktif melakukan aktifitas sesuai toleransi.
6.      Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai (puntung) sesuai toleransi.


1.      Nyeri tungkai phantom terjadi 2-3 bulan setelah amputasi. Nyeri menjadi data dasar dalam menentukan tindakan dan evaluasi keberhasilan.
2.      Membantu klien menyesuaikan presepsi mereka sendiri.
3.      Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan klien memahami fenomena normal ini yang dapat terjadi segera atau beberapa minggu pascaoperasi. Meskipun biasanya sensasi membaik sendiri, beberapa individu mengalami ketidaknyamanan untuk beberapa bulan/tahun. Nyeri phantom tidak teratasi dengan obat nyeri tradisional.
4.      Memberikan rangsangan saraf terus-menerus, blok transmisi sensasi nyeri.
5.      Membantu mengurangi terjadinya nyeri phantom.
6.      Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi ketegangan otot.
Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi, misalnya analgesic, antikonvulsan, dan anti depresan.

1.      Analgesic mengurangi nyeri, antikonvulsan mengontrol nyeri yang menusuk dan kram, dan antidepresan memperbaiki alam perasaan dan kemampuan menghadapi masalah.

Dx. Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
Tindakan
Rasional
Mandiri
1.      Kaji/pertimbangkan persiapan klien dan pandangannya terhadap amputasi.
2.      Dorong klien mengekspresikan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.
3.      Beri penguatan informasi pascaoperasi termasuk tipe/lokasi amputasi, harapan setelah operasi, tindakan setelah operasi termasuk control nyeri dan rehabilitasi.
4.      Kaji system pendukung (support system) dukungan orang lain yang ada untuk klien.
5.      Diskusikan presepsi klien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana klien melihat dirinya dalam pola/peran fungsi yang biasanya.

1.      Klien yang memandang amputasi sebagai rekonstruksi hidup akan menerima diri yang baru dengan cepat. Klien dengan amputasi traumatik mempertimbangkan amputasi sebagai kegagalan dan berada pada resiko tinggi gangguan konsep diri.
2.      Ekspresi perasaan membantu klien mulai menerima kenyataan dan realitas hidup tanpa tungkai.
3.      Memberikan kesempatan untuk menanyakan dan mengasimilasi informasi dan mulai menerima perubahan gambaran diri dan fungsi, yang dapat membantu penyembuhan.
4.      Dukungan yang cukup dari orang yang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
5.      Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu pemecahan masalah. Sebagai contoh takut kehilangan kemandirian, kemempuan bekerja dan sebagainya.

Kolaborasi
1.      Diskusikan tersedianya berbagai sumber misalnya konseling psikiatrik/seksual dan terapi kejujuran.


1.      Membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi.


Dx. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema jaringan, hematoma, dan penurunan aliran darah vena/arteri.
Tindakan
Rasional
Mandiri
1.      Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan kesamaan.
2.      Lakukan pengkajian neurovascular periodic misalnya sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan suhu.



3.      Inspeksi balutan/drainase, perhatikan jumlah dan karakteristik balutan.



4.      Berikan tekanan langsung pada sisi perdarahan, bila terjadi perdarahan segera hubungi dokter.

5.      Evaluasi tungkai bawah yang tidak dioperasi dari adanyai nflamasi.

1.      Indicator umum status sirkulasi dan keadaan perfusi.
2.      Edema jaringan pasca operasi, pembentukan hematoma atau balutan terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada sisa tungkai (puntung) yang dapat mengakibatkan nekrosis jaringan.
3.      Kehilangan darah terus-menerus mengindikasikan kebutuhan untuk penggantian cairan dan evaluasi gangguan koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi pembedahan.
4.      Tekanan langsung pada perdarahan dapat diteruskan dengan penggunaan balutan serat pengaman, dan balutan elastis bila perdarahan terkontrol.
5.      Peningkatan insiden pembentukan trombus pada klien penyakit vascular perifer sebelumnya/perubahan diabetik.
Kolaborasi
1.      Berikan cairan IV/darah sesuai order

2.      Gunakan kaoskaki antiembolitik untuk kaki yang tidak dioperasi.



3.      Pantau pemeriksaan laboratorium :

Ø  Hb/Ht


Ø  Pt/APTT.

1.      Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi jaringan.
2.      Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan trombus tanpa peningkatan resiko perdarahan pascaoperasi/hematoma.
3.      Hasil pemeriksaan laboratorium berguna :
Ø  Indicator hipovolemia/dehidrasi yang dapat menggangu perfusi jaringan.
Ø  Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas terapi antikoagulan dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi.


Dx. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, ketidaknyamanan, gangguan perceptual.
Tindakan
Rasional
Mandiri
1.      Berikan perawatan puntung secara teratur, misal inspeksi area, bersihkan dan keringkan dan tutup kembali puntung dengan balutan elestis.

2.      Segera tinggikan gips, bila gips berubah posisi.
3.      Bantu latihan rentang gerak khususnya area yang sakit dan mulai sedini mungkin pascaoperasi.

4.      Dorong latihan aktif/isometric untuk paha atas dan lengan.
5.      Berikan gulungan pada paha sesuai indikasi.
6.      Anjurkan klien untuk berbaring posisi tengkurap sesuai toleransi sedikitnya 2 kali sehari dengan bantal dibawah abdomen dan puntung ekstremitas.
7.      Waspadai tekanan bantal dibawah ekstremitas terhadap puntung untuk menggantung secara dependen disamping tempat tidur atau kursi.


8.      Tunjukkan/bantu ambulasi dan penggunaan alat mobilitas, misalnya kruk atau walker.

9.      Bantu dengan ambulasi.



10.  Bantu klien melanjutkan latihan otot preoperasi sesuai kemampuan .

1.      Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi penyembuhan dan komplikasi. Penutupan puntung mengontrol edema dan membantu pembentukan puntung.
2.      Edema terjadi dengan cepat dan rehabilitasi dapat terhambat.
3.      Mencegah kontraktur, perubahan bentuk yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat memperlambat penggunaan protese.
4.      Meningkatkan kekuatan otot untuk membantu pemindahan/ambulasi.
5.      Mencegah rotasi ekstrenal puntung tungkai.
6.      Menguatkan otot ekstensor dan mencegah kontraktur fleksi pada
p anggul.

7.      Pengguanaan bantal dapat menyebabkan kontraktur fleksi permanen pada panggul dan posisi dependen puntung mengganggu aliran vena dan dapat meningkatkan pembentukan edema.
8.      Membantu perawatan diri dan kemandirian klien. Teknik pemindahan atau ambulasi yang dapat mencegah cedera abrasi.
9.      Menurunkan resiko cedera. Ambulasi setelah amputasi tungkai bawah bergantung pada waktu pemasangan protese.
10.  Membantu meningkatkan perbaikan rasa keseimbangan dan kekuatan kompensasi bagian tubuh.
Kolaborasi
1.      Rujuk ketim rehabilitasi, misalnya ahli terapi fisik/fisioterapi.




2.      Berikan tempat tidur busa.

1.      Memberikan bentuk latihan/program aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan kekuatan individu serta mengidentifikasi mobilitas fungsional, membantu meningkatkan kemandirian.
2.      Menurunkan tekanan pada kulit/jaringan yang dapat mengganggu sirkulasi, resiko iskemia/kerusakan jaringan.


Dx. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit robek, jaringan traumatic).
Tindakan
Rasional
Mandiri
1.      Pertahankan teknik anti septik bila mengganti balutan/merawat luka.
2.      Inspeksi balutan dan luka,perhatikan karakteristik drainase.


3.      Pertahankan patensi dan pengosongan alat drainase secara rutin.


4.      Tutup balutan dengan plastik bila klien menggunakan pispot atau bila terjadi inkontenensia.
5.      Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah pembalutan bila ada indikasi.

6.      Awasi tanda vital

1.      Meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
2.      Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius.
3.      Hemovac, drain Jackson-pratt mambantu membuang drainase, meningkatkan penyembuhan luka dan mengurangi resiko infeksi.
4.      Mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai.

5.      Mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit dan meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.
6.      Peningkatan suhu dan takikardia dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
Kolaborasi
1.      Kultur lika/drainase dengan tepat.

2.      Berikan antibiotic sesuai indikasi.

1.      Mengidentifikasi adanya infeksi/organism khusus
2.      Antibiotik spectrum luas dapat digunakan secara profilaksis atau terapi antibiotik mungkin disesuaikan terhadap organism penyebab.


Dx. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubugan dengan salah interpretasi, kurang terpajan informasi, kesulitan mengingat.
Tindakan
Rasional
Mandiri
1.      Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan klien yang akan datang.
2.      Anjurkan perawatan balutan/luka



3.      Tunjukkan cara perawatan protese, tekankan pentingnya pemeliharaan secara rutin.
4.      Tekankan pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat.

1.      Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2.      Meningkatkan perawatan diri, membantu penyembuhan dan pemasangan protese serta mengurangi resiko komplikasi.
3.      Mengurangi resiko komplikasi dan memperpanjang penggunaan protese

4.      Memenuhu kebutuhan nutrien untuk regenerasi jaringan, membantu mempertahankan sirkulasi dan fungsi organ agar tetap normal.





















Daftar pustaka
Brunner and suddarth. 2001. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH edisi 8 volume 3. Jakarta : EGC.
Lukman dkk. 2009. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba medika.


























TRAUMA MUSCULUSKELETAL
AMPUTASI

 





Disusun oleh KLP 7 :
FITRI USMAN
HAMRIA
IRMAWATI G.
EVITA A.
M. ASHIDAYAT A.
MISMARSANAKI B.

STIKES MEGA REZKY MAKASSAR
2010